Penulis : Krisna Bayu Adji
Penerbit : Araska, Yogyakarta
Cetakan : I, Februari 2016
Tebal : 328 Halaman
Krisna Bayu Adji membuktikan bahwa dalam penulisan sejarah Indonesia kurang memadai, terlihat dengan banyaknya peristiwa sejarah Indonesia yang belum terkuak secara utuh. Diantaranya yaitu sejarah Raja-Raja Jawa dan Istri-Istri Raja Jawa yang mana akan dikupas habis dan menjadi poin yang unik dalam penulisan sejarah.
Buku sejarah yang ditulis dan diterbitkan kebanyakan menuliskan tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang kolosal dan kontemporer. Namun, Krisna Bayu Adji dengan buku Sejarah Para Raja dan Istri-Istri Raja Jawa yang baru membuat keunikan dari buku sejarah lain. Sejarah Para Raja dan Istri-Istri Raja Jawa ini menyajikan deretan jejak yang amat menarik dari Raja Jawa dan Istri-Istrinya secara kronologis dan utuh, sejak Mataram Kuno hingga Mataram Islam.
Melalui bukti-bukti sejarah silsilah raja-raja Jawa dapat dilacak misalnya melalui prasasti, kitab, dan lainnya. Dilihat dari Prasasti Sojomerto, menyatakan bahwa seorang raja Jawa tertua di masa sejaraha adalah Santanu (hal. 16). Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa di Batang telah ada kerajaan yang dikuasai Dapunta Sailendra. Soeang raja yang mewariskan keturunan pada raja-raja Jawa berikutnya. Ditahun yang sama dengan Prasasti Sojomerto berdasarkan cerita Parahyangan dan catatan Tiongkok disebutkan bahwa pernah berdiri kerajaan yang dipimpin oleh Ratu Shima. Seorang wanita Raja yang memerintah pada abad 7 hingga awal abad 8.
Di abad ke-8 juga berdiri kerajaan yang terletak di Jawa tengah yang disebut dengan nama Mataram Kuno. Ada satu sumber yakni Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada 732 itu menyatakan, bahwa Mataram Kuno adalah kerajaan peninggalan raja Sanna (701-717) (hal. 26). Berdasar dari cerita Parahyangan silsilah Sanjaya merupakan anak dari Sannaha (Ibu) dan masih cucu dari Ratu Shima. Dalam pemerintahan Sanjaya, Mataram Kuno dikenal sebagai negeri agraris dan memberikan peluang besar pada penduduknya untuk hidup sebagai petani.
Mataram Kuno selanjutnya tidak dikuasai oleh Dinasti Sanjaya, namun juga Dinasti Sailendra dan Dinasti Isana. Dalam Prasasti Pucangan yang tertulis nama Dharmawangsa (Dharmawangsa Teguh) merupakan bukti sejarah yang menyatakan tentang hancurnya Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur. Peristiwa ini kemudian dikenal oleh para sejarawan dengan istilah Mahapralaya (hal. 59). Peristiwa tersebut terjadi pada saat pernikahan putri Dharmawangsa dengan Pangeran Airlangga yang mendapatkan serangan dari Haji Wurawari dengan mendapat dukungan dari para laskah Sriwijaya.
Kerajaan- kerajaan dengan raja baru di Jawa mulai bermunculan. Pasca peristiwa Mahapralaya Kahuripan yang merupakan cikal bakal dari kerajaan Daha ( Kadiri) dan janggala didirikan oleh Airlangga. Berakhirnya masa pemerintahan Kertajaya menandai akhir riwayat dari Kadiri dan terpecah menjadi beberapa wilayah, seperti Tumapel (Singhasari) yang merupakan pecahan Jenggala dan bagian dari kekuasaan Kadiri sejak pemerintahan Jayabhaya sampai Kertajaya. Berbicara menegenai Tumapel tidak dapat dilepaskan dengan berbagai peristiwa yang ditimbulkan oleh Akuwu Tunggul Ametung kepada Ken Dedes, cinta Ken Arok kepada Ken Dedes, kutukan Mpu Parwa dan Mpu Gandring (hal.79). Selama masa pemerintahannya Singhasari banyak mengalami masalah-masalah politik internal dan dengan adanya pertumpahan darah antar para raja. Hingga akhirnya raja terakhir Singhasari adalah Kertangara yang juga merupakan raja terbesar.
Pada masa berakhirnya Singhasari , Dyah Wijaya atau Raden Wijaya mendapat dukungan untuk mendirikan kerajaan baru di Hutan Tarik dengan nama Majapahit lalu Dyah Wijaya menjadi raja pertama di Majapahit. Dyah Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanegara. Semasa pemrintahan Dyah Wijaya banyak peristiwa besar di Majapahit, hingga pada puncak kejayaan Majapahit semasa pemerintahan Hayam Wuruk. Majapahit mengalami masa surut semenjak terjadinya Perang Bubat (1351) dan berlanjut pada Perang Paregreg (1401-1404) (hal. 168). Dilanjutkan dengan berdirinya Kesultanan Demak oleh raden Patah serta ekspansi-ekspansinya dan digantikan oleh Adipati Patiunus yang menikah dengan putri Raden Patah.
Dilanjutkan dengan berdirinya kerajaan baru di Jawa, seperti Mataram dengan Sultan Agung sebagai raja terbesarnya, hingga Mataram mengalami masa surutnya dan runtuh. Dalam buku ini juga dipaparkan setelah Mataram Islam runtuh muncul lagi kerajaan-kerajaan regional, antara lain : Kasunanan Kartasura, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.
Penjelasan mengenai istri-istri raja Jawa diuraikan dalam Bab 3. Banyak ditulisakan istri-istri raja Jawa dari Mataram Kuno hingga masa Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman, namun riwayat hidupnya tidak dijelaskan secara lengkap hanya biografi singkat saja. Selain itu hal yang menarik dan jarang untuk ditulis dalam buku sejarah adalah istri-istri raja dalam jagad pewayangan purwa atau yang hidup dalam legenda dan mitos Jawa. Diakhir buku ini juga dipaparkan beberapa orang wanita Jawa yang memiliki peran strategis seperti raja atu pahlawan.
Pengungkapan secara kronologis bagaimana sejarah raja Jawa dan istri atau wanita Jawa menjadikan keunikan tersendiri dari buku ini . Disaat kebanyakan kebanyakan buku sejarah menuliskan dan mengunggulkan satu tokoh untuk menjadi pahlawan, Krisna Bayu Adji justru menuliskan sisi lain dan riwayat hidup tokoh-tokoh yang jarang diketahui banyak orang. Tentunya banyak hal yang bisa diteladani dari riwayat hidup raja-raja Jawa dan istri-istrinya dalam berjuang hingga Berjaya.
Buku sejarah yang ditulis dan diterbitkan kebanyakan menuliskan tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang kolosal dan kontemporer. Namun, Krisna Bayu Adji dengan buku Sejarah Para Raja dan Istri-Istri Raja Jawa yang baru membuat keunikan dari buku sejarah lain. Sejarah Para Raja dan Istri-Istri Raja Jawa ini menyajikan deretan jejak yang amat menarik dari Raja Jawa dan Istri-Istrinya secara kronologis dan utuh, sejak Mataram Kuno hingga Mataram Islam.
Melalui bukti-bukti sejarah silsilah raja-raja Jawa dapat dilacak misalnya melalui prasasti, kitab, dan lainnya. Dilihat dari Prasasti Sojomerto, menyatakan bahwa seorang raja Jawa tertua di masa sejaraha adalah Santanu (hal. 16). Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa di Batang telah ada kerajaan yang dikuasai Dapunta Sailendra. Soeang raja yang mewariskan keturunan pada raja-raja Jawa berikutnya. Ditahun yang sama dengan Prasasti Sojomerto berdasarkan cerita Parahyangan dan catatan Tiongkok disebutkan bahwa pernah berdiri kerajaan yang dipimpin oleh Ratu Shima. Seorang wanita Raja yang memerintah pada abad 7 hingga awal abad 8.
Di abad ke-8 juga berdiri kerajaan yang terletak di Jawa tengah yang disebut dengan nama Mataram Kuno. Ada satu sumber yakni Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada 732 itu menyatakan, bahwa Mataram Kuno adalah kerajaan peninggalan raja Sanna (701-717) (hal. 26). Berdasar dari cerita Parahyangan silsilah Sanjaya merupakan anak dari Sannaha (Ibu) dan masih cucu dari Ratu Shima. Dalam pemerintahan Sanjaya, Mataram Kuno dikenal sebagai negeri agraris dan memberikan peluang besar pada penduduknya untuk hidup sebagai petani.
Mataram Kuno selanjutnya tidak dikuasai oleh Dinasti Sanjaya, namun juga Dinasti Sailendra dan Dinasti Isana. Dalam Prasasti Pucangan yang tertulis nama Dharmawangsa (Dharmawangsa Teguh) merupakan bukti sejarah yang menyatakan tentang hancurnya Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur. Peristiwa ini kemudian dikenal oleh para sejarawan dengan istilah Mahapralaya (hal. 59). Peristiwa tersebut terjadi pada saat pernikahan putri Dharmawangsa dengan Pangeran Airlangga yang mendapatkan serangan dari Haji Wurawari dengan mendapat dukungan dari para laskah Sriwijaya.
Pada masa berakhirnya Singhasari , Dyah Wijaya atau Raden Wijaya mendapat dukungan untuk mendirikan kerajaan baru di Hutan Tarik dengan nama Majapahit lalu Dyah Wijaya menjadi raja pertama di Majapahit. Dyah Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanegara. Semasa pemrintahan Dyah Wijaya banyak peristiwa besar di Majapahit, hingga pada puncak kejayaan Majapahit semasa pemerintahan Hayam Wuruk. Majapahit mengalami masa surut semenjak terjadinya Perang Bubat (1351) dan berlanjut pada Perang Paregreg (1401-1404) (hal. 168). Dilanjutkan dengan berdirinya Kesultanan Demak oleh raden Patah serta ekspansi-ekspansinya dan digantikan oleh Adipati Patiunus yang menikah dengan putri Raden Patah.
Dilanjutkan dengan berdirinya kerajaan baru di Jawa, seperti Mataram dengan Sultan Agung sebagai raja terbesarnya, hingga Mataram mengalami masa surutnya dan runtuh. Dalam buku ini juga dipaparkan setelah Mataram Islam runtuh muncul lagi kerajaan-kerajaan regional, antara lain : Kasunanan Kartasura, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.
Penjelasan mengenai istri-istri raja Jawa diuraikan dalam Bab 3. Banyak ditulisakan istri-istri raja Jawa dari Mataram Kuno hingga masa Kerajaan Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman, namun riwayat hidupnya tidak dijelaskan secara lengkap hanya biografi singkat saja. Selain itu hal yang menarik dan jarang untuk ditulis dalam buku sejarah adalah istri-istri raja dalam jagad pewayangan purwa atau yang hidup dalam legenda dan mitos Jawa. Diakhir buku ini juga dipaparkan beberapa orang wanita Jawa yang memiliki peran strategis seperti raja atu pahlawan.
Pengungkapan secara kronologis bagaimana sejarah raja Jawa dan istri atau wanita Jawa menjadikan keunikan tersendiri dari buku ini . Disaat kebanyakan kebanyakan buku sejarah menuliskan dan mengunggulkan satu tokoh untuk menjadi pahlawan, Krisna Bayu Adji justru menuliskan sisi lain dan riwayat hidup tokoh-tokoh yang jarang diketahui banyak orang. Tentunya banyak hal yang bisa diteladani dari riwayat hidup raja-raja Jawa dan istri-istrinya dalam berjuang hingga Berjaya.
Comments
Post a Comment