Skip to main content

Review Buku: Kolaborasi Kebaikan

sumber gambar https://ebooks.gramedia.com/id/buku/kolaborasi-kebaikan


Judul: Kolaborasi Kebaikan
Penulis: Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia
Penerbit: Quanta-PT Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: xxviii + 252 halaman
Genre: Motivasi Islami
ISBN: 9786020450308

            Bang Alfath melalui buku hebatnya ini akan mengajak kita untuk memahami diri kita sebagai manusia dan pemimpin di muka bumi yang mana tidak bisa berjalan sendiri. Saya akan mereview buku ini mulai dari covernya. Sesuai dengan statement diawal cover buku ini sudah merefleksikan isi dan judul buku, yakni dengan beberapa ekor lebah lengkap dengan sarang dan madunya. Say mengganggap cocok karena seekor lebah tidak bisa melakukan pekerjaannya sendiri ia selalu bekerja sama dengan kawan-kawannya untuk memenuhi kehidupannya sendiri dan ratu lebah. Font judul di cover depan yang berwarna biru metalik dengan backgrund putih-kuning membuat center of interest saat pertama kali melihat buku ini diantara rak-rak buku di toko buku. Masuk pada halaman pertama dan selanjutnya pembaca tidak akan bosan. Hal tersebut karena pada setiap halaman buku dicetak dengan layout sedimikian rupa agar menarik untuk membaca halaman demi halaman. Buku ini juga dilengkapi dengan testimoni dari beberapa tokoh untuk menguatkan buku ini layak dibaca.

            Bang Alfath membagi buku ini kedala VI bab. Masing-masing bab memiliki isi yang berbeda namun saling berhubungan antar bab awal sampai dengan akhir. Seperti pada awal bab I kita diajak untuk mendalami kembali apa itu hakikat kita sebagai manusia. Dipaparkan bagaimana “bodohnya” manusia hingga refleksi manusia sebagai makhluk dan sebagai pemimpin. Pada bab ini penulis mulai membawa pembaca pada frame sesuai judul yakni prinsip kolaborasi. Sepeerti pada paragraf awal di bab ini (...kita sebagai manusia tidak bisa lari dari kenyataan atau bahkan memungkiri kalau kita sepenuhnya tidak dapat berdiri sendiri...) halaman 10.

            Setelah itu dilanjutkan pada bab II yakni diajak untuk memahami manusia secara personal/pribadi. Terdapat sub bagian yang mendetail saya kira untuk memahamkan kita sebagai pribadi yang diciptakan Allah sebagai pemimpin ini. Seperti menjadi pribadi hebat, bagaimana bisa terus istiqomah dalam beribadah atau perihal spiritualitas, pentingnya integritas bagi masing-masing individu, cendikia, harus bertransformasi, hingga bisa berkontribusi secara langsung terhadap sesama.

          
Layout yang ciamik dalam buku ini membuat nyaman untuk dibaca

          Pada bab III ini merupakan core dari buku ini. Bang Alfath memaparkan beberapa steps untuk memulai berkolaborasi dalam kebaikan, mulai dari niat yang baik, pentingnya berkolaborasi, hingga kita dapat action langsung dalam berkolaborasi dalam kebaikan. Pentingnya berkolaborasi oleh penulis juga ditulis bagaimana para pendahulu kita telah berkolaborasi dalam kebaikan, seperti yang dilakukan oleh para pemuda pada zaman penggerak Jong Java yang kemudian memprakarsai adanya pertemuan pemuda hingga tercapai kesepakatan “Sumpah Pemuda”. Pada selanjutnya di bab IV akan dipertajam lagi pembahasan mengenai berkolaborasi. Dibagi menjadi pelbagai sub bab seperti menjadi pribadi yang dapat menggerakkan sekitar, ilmu kita sebagai alat penggerak (tools). Pada halaman 129 bang Alfath “kita semua tidak boleh menunggu hadirnya perubahan. Kita harus mencipta perubahan itu sendiri”. Pada sub bab selanjutnya akan dibahas mengenai ilmu amaliah, amal ilmiah. Di sub bab ini lah kemudian dibahas mengenai pentingnya ilmu-ilmu kita agar dapat beramal. Bahkan pentingnya ilmu untuk dapat membersamai melangkah untuk berjuang.

            Pada bab V dan VI merupakan pungkasan dari buku ini. Penulis lebih banyak menuliskan harapan dan cita-cita bangsa oleh pemuda yakni penajaman langkah untuk berkolaborasi. Bang Alfath juga menegaskan pada awal bab V untuk segera bertindak jika memiliki visi, penulis memakai judul sub bab yakni “Tinggalkan Medan Kata-Kata” sangat jelas dipaparkan bagaimana untuk berjuang tidak hanya lewat omongan dan kata-kata saja namun harus dengan perbuatan atau langkah yang nyata. Paragraf pungkasan oleh Bang Alfath menurut saya patut sebagai refleksi untuk diri sendiri untuk berkolaborasi dan berbuat kebaikan di muka bumi. Buku ini saya menyarankan untuk dapat dibaca bagi siapapun yang ingin berkolaborasi dengan pembahasan yang tidak jauh-jauh dari kehidupan sehari-hari kita menambah buku ini enak untuk dibaca menemani proses penggapaian cita-cita kita. Terlebih Bang Alfath saat merampungkan buku ini tepat ia mendapat amanah menjadi Presiden BEM Universitas Gadjah Mada dan sangat cocok inspirasi untuk pemuda memulai langkahnya.

            “Maka, selipkan nama bangsa dan kemaslahatan dunia ini dalam setiap doa-doa kita. Tentang cita-cita untuk membuat Indonesia lebih baik dan bermartabat serta memandu peradaban dunia yang baru, di mana kita semua hanya ingin kembali kepada Allah Swt dengan hati yang tenang lagi lurus...”
           

            

Comments

Popular posts from this blog

Memaknai Sebuah Buku: Selamat Hari Buku Sedunia, 23 April 2024

Pada hari ini 23 April 2024 diperingati sebagai hari buku sedunia. Beberapa sumber menuliskan bahwa hari bersejarah ini diawali dari hubungan antara 23 April dengan buku pertama sekali dibuat oleh toko buku di Catalonia, Spanyol pada tahun 1923. Ide awalnya berasal dari penulis Valencia, Vicente Clavel Andrés sebagai cara untuk menghargai penulis Miguel de Cervantes yang meninggal pada tanggal tersebut. Pada tahun 1995, UNESCO memutuskan Hari Buku Sedunia dan Hari Hak Cipta Sedunia dirayakan pada tanggal 23 April, sebab tanggal tersebut juga merupakan hari kematian William Shakespeare dan Inca Garcilaso de la Vega,serta hari lahir atau kematian beberapa penulis terkenal lain.   Memaknai sebuah buku dalam tulisan ini akan dibandingan sesuai dengan perkembangan zaman. Adanya e-book  atau buku digital bahkan semacam Kindle yang dikembangkan oleh Amazon, sehingga dapat mempermudah orang untuk membaca dalam gawai atau perangkat elektronik. Namun apakah hal itu dapat menjadi sebuah kemajuan

Review Buku: Saya Orang Tengger Saya Punya Agama, Kisah Orang Tengger Menemukan Agamanya

Judul              :  Saya Orang Tengger Saya Punya Agama, Kisah Orang Tengger Menemukan Agamanya. Penulis            : Ayu Sutarto Tahun terbit    : 2007 Penerbit            : Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur (Kompyawisda Jatim), Jember, Jawa Timur Tebal Buku       : viii + 145 hlm.      Penjelasan dalam buku ini terbagi dalam enam bagian atau bab yang membahas segala sisi kehidupan masyarakat Tengger. Dimulai pada bagian satu yang menggambarkan kondisi geografis wilayah Tengger dahulu. Wilayah Tengger dahulunya adalah sebuah gunung berapi raksasa yang kemudian hancur dikarenakan erupsi yang sangat kuat. Erupsi itu kemudian memunculkan gundukan-gundukan yang kini menjadi gunung kecil seperti Gunung Batok, Gunung Bromo, dan Gunung Kursi. Selain itu hasil erupsi lainnya adalah deposit pasir yang tebal dan luas dan sekarang hamparan pasir itu disebut Segara Wedi. Di wilayah Tengger ini juga masih memiliki iklim tropis sama dengan wilayah lainnya.